Rabu, 17 Agustus 2016

SIDANG KEDUA JESICCA

Hasil Sidang Kedua Jessica K Wongso Hari ini Selasa 21 Juni 2016, JPU Menolak Seluruh Eksepsi Tim Kuasa Hukum Jessica

Hasil Sidang Kedua Jessica K Wongso Hari ini – Sidang kedua kasus kematian Wayan Mirna Salihin dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso kembali di gelar pada hari ini, Selasa, 21 Juni 2016.
Sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa, pukul 10.30 hingga 11.30 WIB itu  merupakan sidang lanjutan dari Sidang perdana Jessica pekan lalu yang ditutup setelah kuasa hukum Jessica menyampaikan Eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan yang di bacakan oleh Jaksa Penuntun Umum (JPU) Ardito Muwardi.
Agenda sidang kali ini adalah mendengarkan jawaban Jaksa Penuntut Umum atas Eksepsi yang diajukan oleh tim kuasa hukum Jessica.

Hasilnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ardito Muwardi menolak seluruh eksepsi yang diajukan tim kuasa hukum Jessica Kumala Wongso.
“Selaku Penuntut Umum dalam perkara ini memohon agar Majelis Hakim yang mengadili perkara ini menjatuhkan putusan sela dengan amar sebagai berikut; Menolak keberatan atau eksepsi dari penasihat hukum terdakwa untuk seluruhnya,”kata Ardito Muwardi salah satu jaksa Penuntut Umum di PN Jakarta Pusat, Selasa. dikutip dariAntara.

Alasan Jaksa Penuntut Menolak Eksepsi Tim Jessica

Jaksa penuntut umum menolak seluruh Eksepsi yang diajukan tim Jessica pada persidangan perdana pekan lalu.
Jaksa Penuntut Umum menolak Eksepsi Tim Jessica dengan alasan bahwa “pada tindakan pembunuhan berencana mestinya didasari pada pelaku atau subjek, bukan objek atau alat membunuh yang ditekankan oleh kuasa hukum”.
“Yang namanya pembunuhan berencana bukan dari objek tapi dari subjeknya atau pelakunya. Pelaku ini, berdasarkan doktrin-doktrin dan yurisprudensi yang ada, unsur perencaraan ditentukan pada bagaimana pola seorang subjek pelaku tindak pidana memikirkannya dengan tenang, punya waktu yang cukup untuk melaksanakan perbuatan,” jelas Jaksa Penuntut Umum Ardito Muwardi.
Sementara Tim Kuasa Hukum Jessica mengatakan, Harusnya Jaksa menguaraikan bagaimana racun Sianida bisa membunuh Mirna.
“Jaksa penuntut umum tidak menguraikan sianida yang ada dalam tubuh almarhum Mirna yang melewati dosis sehingga menyebabkan kematian, yang diperiksa adalah sianida pada sisa minuman almarhum, jadi tidak berkaitan,” Kata Otto Hasibuan selaku ketua tim kuasa hukum Jessica seperti dikutip dari Antara .
Pada persidangan pekan lalu, Tim Jessica mengajukan keberatan atas kandungan sianida yang ada di tubuh Mirna, bahkan menurut kuasa hukum Jessica, dari hasil visum saja tidak ditulis bahwa Mirna meninggal karena Sianida.
Hal itulah yang mendasari Tim kuasa hukum Jessica mengajukan Eksepsi (Nota Keberatan) pada pekan lalu.
Setelah mendengar jawaban dari Jaksa Penuntut Umum terhadap Eksepsi tim kuasa hukum Jessica hari ini, Hakim kemudian menutup sidang dan akan dilanjutkan pada pekan depan, 28 Juni 2016 dengan agenda “Pembacaan Putusan Sela” untuk memutuskan apakah pengadilan akan melanjutkan atau tidak perkara pembunuhan yang serba misteri ini.

SIDANG PERDANA JESICCA KUMALA WONGSO

Terdakwa pembunuhan Wayang Mirna Salihin, Jessica Kumala Wongso menjalani sidang perdana di di PN Jakarta Pusat, Rabu (15/6/2016).
Agenda sidang perdana ini adalah pembacaan surat dakwaan oleh Jaksa penuntut umum (JPU).
Dalam dakwaan tersebut, JPU mendakwa Jessica melakukan pembunuhan berencana terhadap Mirna.
Dalam dakwaan juga terungkap motif Jessica Wongso‎ meracuni sahabatnya sendiri.
[Jessica Kumala Wongso duduk tenang di sidang perdana kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin, Rabu (15/6/2016)/Kompas.com/Andri Donnal Putera]
Dikatakan, Jessica bersama Mirna dan Boon Juwita alias Hani dan Vera Rusli tinggal bersama di Australia, yakni ketika menempuh pendidikan di Kampus Billy Blue College of Design Sidney.
"Sekira pertengahan 2015, korban Mirna mengetahui permasalahan dalam hubungan percintaan‎ terdakwa dengan pacarnya," ujar jaksa yang membacakan dakwaan itu.
Lanjut jaksa, Mirna saat mengetahui permasalahan itu menyarankan Jessica putus dengan pacarnya.
Alasannya, sang kekasih sering bertindak kasar dan pengguna narkoba.
"Korban Mirna menyatakan buat apa pacaran dengan orang yang tidak baik dan tidak modal. Ucapan itu ternyata membuat terdakwa marah dan sakit hati, sehingga terdakwa memutuskan komunikasi dengan korban Mirna," beber jaksa.
Selang beberapa lama setelah kemarahan itu, Jessica akhirnya putus dengan pacarnya dan mengalami beberapa peristiwa hukum yang melibatkan Kepolisian Australia.
Hal itu membuat Jessica makin tersinggung dan sakit hati kepada Mirna. Sehingga, untuk membalaskan sakit hatinya itu, Jessica merencanakan pembunuhan terhadap Mirna.
Guna mewujudkan rencana itu, Jessica berusaha kembali menjalin komunikasi dengan Mirna, melalui aplikasi chat di telepon pintar.
Usaha komunikasi itu dimulai pada 5 Desember 2015, saat Jessica dalam perjalanan dari Australia ke Indonesia.‎ Namun, saat itu pesan yang dikirim Jessica tidak mendapat balasan dari Mirna.
Jessica tiba di Indonesia pada 6 Desember 2015. Kemudian, pada 7 Desember 2015, Jessica kembali menghubungi Mirna melalui aplikasi chat untuk memberitahukan keberadaan dirinya di Jakarta.

"Terdakwa kemudian mengajak korban Mirna untuk bertemu," demikian bunyi surat dakwaan lainnya.
Kemudian terjadilah pertemuan pertama, antara Jessica dan Mirna yang ditemani suaminya, Arief Setiawan Soemarko, di salah satu restoran di Jakarta Utara.
Setelah pertemuan itu, Jessica sangat aktif menghubungi Mirna melalui aplikasi chat. Kemudian pada 15 Desember 2016, Jessica meminta Mirna membuat group chat di aplikasi chat tersebut. Isi anggotanya ada Jessica, Mirna, Hani‎, dan Vera.
Atas permintaan itu, Mirna membuat group chat tersebut dengan nama "Billy Blue Days". Dalam percakapan di group chat itu, Jessica kembali berinisiatif mengajak bertemu yang akhirnya disepakati pada 6 Januari 2016.
Lokasi pertemuan itu di Cafe Olivier, West Mall, Grand Indonesia, Jakarta Pusat. "Pemilihan tempat itu atas pilihan terdakwa."
Kapan Jessica Masukkan Sianida?

JPU juga membeberkan rangkaian peristiwa di Cafe Olivier, Grand Indonesia, Jakarta Pusat, pada 6 Januari lalu.
Jessica diketahui telah mengatur secara cermat pembunuhan terhadap Mirna.
Terungkap pula ‎bagaimana Jessica memasukkan racun sianida ke minuman Vietnam Ice Coffee (VIC).
"Di meja nomor 54, sekitar pukul 16.28 WIB, terdakwa berpindah posisi duduk ke tengah sofa dan meletakkan gelas berisi VIC di sebelah kanannya. Selanjutnya, Jessica menyusun tiga paper bag berisi sabun," kata jaksa.
Tujuannya untuk menghalangi pandangan orang sekitar agar ketika dia melancarkan aksinya tidak terlihat.
Dalam rentang waktu sekitar pukul 16.30 sampai 16.46 WIB atau 15 menit, Jessica memasukkan racun jenis natrium sianida (NaCN) ke dalam kopi Vietnam itu.
Selesai memasukkan racun sianida, Jessica meletakkan gelas berisi VIC itu ke tengah meja. Jessica juga memindahkan tiga paper bag ke belakang sofa dan dia kembali duduk ke posisi semula.
Sekitar pukul 17.18 WIB, Mirna dan Boon Juwita alias Hani tiba di Cafe Olivier dan langsung menghampiri Jessica di meja 54. Mirna duduk di tengah sofa tepat di depan gelas berisi VIC, yang sudah dimasukkan sianida.
Lalu Mirna bertanya, "ini minuman siapa?"
Jessica kemudian menjawab‎, "ini buat lu Mir, kan lu bilang mau."
Mirna‎ kembali membalas, "Oh, ya ampun, untuk apa pesen dulu. Maksud gue nanti aja pesennya pas gue datang... thank you udah dipesenin."

Lalu Mirna mengambil minuman VIC beracun sianida, yang mana posisi sedotan sudah di dalam gelas.
Pada awal disajikan pramusaji Cafe Olivier, sedotan itu diletakkan di samping gelas dengan ujungnya terbungkus kertas bungkus.
"Korban Mirna sempat mengaduk sebentar, kemudian langsung meminum VIC yang sudah dimasukkan racun sianida menggunakan sedotan‎," demikian bunyi surat dakwaan.
Setelah itu Mirna mengalami kejang-kejang kemudian tak sadarkan diri.
Mirna dinyatakan meninggal saat berada di rumah sakit.
Hasil pemeriksaan laboratorium forensik menunjukkan, kopi yang diminum Mirna mengandung racun sianida.
Polisi lalu menetapkan Jessica sebagai tersangka kasus pembunuhan itu pada Jumat, 29 Januari 2016 malam, dan menangkap dia pada keesokan harinya.
Atas perbuatan Jessica Wongso, jaksa mendakwa Jessica dengan Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana. Ancaman hukuman yang diatur dalam Pasal 340 itu, yakni pidana penjara 20 tahun, seumur hidup, atau maksimal hukuman mati.

Kamis, 11 Agustus 2016

SIDANG JESSICA - MIRNA


Kasus kematian Wayan Mirna Salihin pada Rabu, 6 Januari lalu seusai meminum kopi bersama dua orang rekannya di Kafe Olivier, Grand Indonesia, Jakarta menimbulkan banyak misteri.
Berikut lini masa kasus Kopi Mirna sejak kematiannya hingga perkembangan terkini penyelidikan kasus tersebut:
Rabu, 13 Juli
Sidang Jessica dilanjutkan, hadirkan saksi kunci sahabat Mirna
Dalam sesi persidangan pada hari ini, jaksa menghadirkan saksi kunci kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin yaitu Hani Juwita Boon. Dia menceritakan bagaimana pertemuan Mirna, Jessica dan satu rekan lainnya, Vera di Kafe Olivier, Grand Indonesia.
Pertemuan itu diawali dari perbincangan mereka di grup WhatsApp. Mirna, Jessica, Vera dan Hani sepakat untuk bertemu di Grand Indonesia, Jakarta Pusat pada tanggal 6 Januari. Kafe Olivier kemudian dipilih sebagai tempat keempatnya untuk bertemu sekitar pukul 18:30 WIB.
Vera mengatakan tidak bisa datang tepat waktu. Dari rekaman kamera pengawas (CCTV) yang ditampilkan di sesi persidangan, Mirna dan Hani tiba sekitar pukul 17:00. Keduanya sempat terlihat berbincang dan melihat ke arah lemari pendingin tempat menyajikan kue.
“Saat itu saya sempat bertanya, kamu mau kue yang mana? Ah, gw tahu pasti loe suka kue yang ini ya?” ujar Hani menirukan omongannya kepada Mirna kala itu di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kemayoran, pada Rabu, 13 Juli.
Jessica terlihat sudah tiba lebih dulu dan memilih tempat duduk yang sulit terlihat dari kamera CCTV. Dia sudah memesan es kopi Vietnam yang diinginkan Mirna.
Pemesanan menu, kata Hani, sempat dibicarakan oleh Jessica melalui grup WhatsApp.
“Dia sempat bertanya ingin minum apa sambil menunjukkan foto minuman. Salah satu menu minuman yang ditunjukkan adalah jus. Tetapi, saya tidak merespons karena tidak melihat grup WhatsApp, sedangkan Mirna bilang dia suka es kopi Vietnam,” kata dia.
Selain itu, Hani melanjutkan, Jessica juga sempat bertanya di Grup WhatsApp apakah ada klinik di Grand Indonesia. Tak ada satu pun orang di dalam grup itu yang merespons selain Mirna.
“Mirna bertanya untuk apa dan dijawab Jessica ingin membeli vitamin D, karena menurut resep yang dia peroleh di Sydney, Australia, kualitasnya tidak bagus,” tuturnya.
Rasa kopi menjijikan
Begitu tiba di kafe, Mirna kemudian minum kopi es Vietnam yang sudah dipesankan oleh Jessica. Tetapi, baru diseruput sedikit, Mirna sudah mengeluh.
“Mirna bilang: ‘it’s awful, that’s so bad. Mukanya terlihat marah. Dia bertanya ini minimal apa? Parah banget dan dia langsung minta air putih’,” kata Hani menirukan omongan Mirna.
Sebagai sahabat, Hani ikut mencicipi kopi tersebut. Dia pun berpendapat hal yang sama. Menurutnya, kopi itu memiliki rasa yang sangat menjijikkan.
“Baru saya coba, langsung enggak enak. Saya enggak melepehkan isi kopi, rasanya di lidah saya enggak enak, pedas, pahit. Saya bilang saya enggak pernah minum kopi semenjijikkan ini,” kata Hani.
Mirna pingsan
Tak lama usai mengkonsumsi kopi tersebut, keluar buih berwarna putih dari mulut Mirna. Dia terlihat kejang-kejang dan tak sadarkan diri.
Hani mengaku panik dan berteriak minta tolong. Seorang pria yang mengenakan jas, satu pelayan dan seorang perempuan kemudian menghampiri Mirna. Pria yang tidak diketahui identitasnya itu memeriksa nadi Mirna dan bertanya apakah Mirna memiliki riwayat penyakit epilepsi.
Sementara, Hani sibuk menghubungi suami Mirna, Arif yang masih berada di sekitar Grand Indonesia. Namun, dari balik telepon, Arif membantah istrinya memiliki penyakit epilepsi.
Seorang wanita yang ikut menghampiri Mirna membacakan doa dan menyarakan kepada Hani, Vera dan Jessica untuk terus memanggil namanya. Tetapi, selama proses itu, Jessica justru berdiri dan menjauhi meja tempat mereka duduk.
“Saya tidak tahu mengapa Jessica berdiri dan menjauhi meja. Saya sendiri sibuk menghubungi suami Mirna, Arif untuk meminta izin supaya Mirna bisa dibawa ke klinik,” katanya.
Selasa, 12 Juli
Ayah dan kembaran Mirna jadi saksi sidang keempat Jessica
Dharmawan Salihin dan Sendy Salihin, ayah dan saudari kembar dari Wayan Mirna Salihin, memberikan kesaksian pada sidang keempat Jessica Kumala Wongso, terdakwa pembunuhan Mirna.
Suami Mirna, Arief Soemarko, juga turut dihadirkan sebagai saksi pada sidang ini. Sidang keempat yang digelar di PN Jakarta Pusat hari ini akan mendengarkan keterangan para saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Jessica diizinkan tak kenakan baju tahanan
Sementara itu, Ketua Majelis Hakim Isworo mengizinkan Jessica untuk mengikuti sidang tanpa mengenakan baju tahanan. Sebelumnya Jessica masuk ke ruang sidang dengan baju tahanan. Namun kuasa hukum terdakwa, Otto Hasibuan, melayangkan protes agar kliennya mengenakan baju bebas agar tidak tertekan secara psikis.
"Instrumen apapun tidak digunakan agar dia bisa bergerak bebas. Kami tidak melihat adanya urgensi untuk mengenakan baju tahanan," kata Otto.
Setelah protes itu, jaksa penuntut umum sempat berargumen agar Jessica tetap menggunakan baju tahanan. Namun hakim mengizinkannya untuk ganti baju.
"Apakah Anda (Jessica) merasa terganggu?" tanya hakim.
"Iya Yang Mulia," jawab Jessica dari kursi terdakwa.
"Anda boleh mengganti baju itu, tapi harus digunakan lagi setelah sidang," kata hakim.
Selasa, 28 Juni
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kembali menggelar persidangan lanjutan kasus pembunuhan dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso. Hakim memutuskan menolak semua eksepsi Jessica.
"Menolak eksepsi penasehat hukum terdakwa untuk seluruhnya," kata Ketua Majelis Hakim, Kisworo.
Atas penolakan ini, Majelis Hakim menyatakan berkas perkara Jessica dilanjutkan. Persidangan juga akan dilanjutkan dengan memaparkan bukti-bukti.
Dalam eksepsinya pekan lalu, pihak Jessica menganggap dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) lemah karena tidak menjelaskan dengan tepat kapan sebenarnya racun tersebut didapat Jessica. Kuasa hukum Jessica juga mempertanyakan di mana tersangka menyimpan sianida tersebut saat tiba di lokasi pembunuhan.
Namun JPU mengatakan bukanlah hal penting untuk tahu dari mana Jessica mendapatkan racun Sianida agar pembunuhan yang dilakukannya merupakan pembunuhan berencana. JPU menganggap membunuh dengan racun itu sendiri sudah bisa dikategorikan pembunuhan berencana.
"Lagipula pembunuhan dengan racun, berdasarkan praktik peradilan dan doktrin hukum secara umum telah diterima dan dianggap sebagai pembunuhan berencana," kata jaksa Ardito Muwardi di lanjutan persidangan, pekan lalu.
Selasa, 21 Juni
Jaksa Penuntut Umum menolak seluruh nota keberatan atau eksepsi yang diajukan tim kuasa hukum Jessica Kumala Wongso yang menjadi terdakwa pembunuhan Wayan Mirna Salihin.
Persidangan kedua di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat digelar untuk mendengarkan replik atau jawaban jaksa atas eksepsi kuasa hukum terdakwa yang menganggap surat dakwaan tidak lengkap, karena salah satunya tidak mencantumkan jumlah natrium sianida yang dikonsumsi Mirna.
"Selaku Penuntut Umum dalam perkara ini, memohon agar Majelis Hakim yang mengadili perkara ini menjatuhkan putusan sela dengan amar sebagai berikut, menolak keberatan atau eksepsi dari penasihat hukum terdakwa untuk seluruhnya," kata salah satu jaksa penuntut umum, Ardito Muwardi.
Menurut Ardito, yang harus diuraikan dalam surat dakwaan penuntut umum adalah perencanaan Jessica yang dilakukan secara tenang sikap kejiwaan untuk merampas nyawa korban, Mirna, bukan dari mana dan kapan Jessica mendapatkan sianida itu.
Setelah mendengarkan jawaban dari jaksa, Kisworo selaku Hakim Ketua, memutuskan untuk menunda jalannya persidangan untuk pembacaan putusan sela pada Selasa, 28 Juni, pekan depan. Selengkapnya di Antara.
Rabu, 14 Juni
Jessica Kumala Wongso menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan kronologi kasus yang menyebabkan mereka yakin kalau Jessica memang membunuh Mirna. Motifnya, adalah karena Mirna membuat Jessica dan pacarnya putus hubungan.
"Korban Mirna mengetahui permasalahan antara terdakwa dan pacarnya yang suka kasar dan pemakai narkoba hingga menasehati agar putus saja," kata Jaksa Penuntut Umum, Ardito Muardi.
Namun, menurut kuasa hukum Jessica, Otto Hasibuan, dakwaan jaksa sangat lemah. "Motif percintaan itu sangat lemah. Jadi klien saya sengaja kembali ke Indonesia dari Sydney untuk membunuh Mirna? Ini lemah sekali," kata dia.

Jumat, 27 Mei
Polisi menyerahkan Jessica Wongso dan barang bukti kasusnya ke Kejaksaan Negeri setelah berkas perkaranya dinyatakan lengkap atau P21 pada Kamis kemarin. Direktur Reserse Kriminal Umum, Krishna Murti, mengatakan sebelum diserahkan ke Kejari, perempuan berusia 27 tahun itu akan diperiksa kondisi kesehatannya.
Krihsna menjelaskan pemeriksaan kesehatan diperlukan untuk mengetahui apakah saat diserahkan ke Jaksa, Jessica dalam kondisi sehat secara jasmani atau tidak.
"Selanjutnya setelah proses administrasi di kepolisian selesai, Jessica akan dibawa ke Kejari Jakarta Pusat," ujar Krishna.
Asisten Pidana Umum Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, M. Nasrun mengatakan setelah berkas dinyatakan lengkap, maka Jaksa Penuntut Umum (JPU) akan menyerahkan berkasnya ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk disidangkan.
"Kami belum bisa menentukan waktunya. Yang pasti secepatnya, dia akan disidangkan," ujar Nasrun.
Dia mengatakan berkas yang telah diserahkan oleh Polda Metro Jaya telah memiliki 5 alat bukti yang dibutuhkan oleh penyidik kejaksaan. Tetapi, dia tidak menjelaskan apa saja alat bukti tersebut.
Sementara, sambil menunggu waktu sidang, Jessica akan dititipkan ke rumah tahanan Pondok Bambu Jakarta Timur. Waktu pemindahan yang semula dijadwalkan pada hari Minggu, dimajukan menjadi hari ini.
Kepala Rutan Kelas II A Pondok Bambu, Jakarta Timur, Ika Yusanti, mengaku telah siap jika harus menerima Jessica. Sesuai dengan prosedur operasi standar (SOP), maka begitu tiba, Jessica akan ditempatkan di ruang tahanan Masa Perkenalan Awal Lingkungan (Mapenaling) selama 14 hari. Ruang Mapenaling dengan luas 5X8 meter akan dihuni oleh 15 hingga 20 orang napi baru.
"Setiap tahanan baru pasti akan masuk penampungan di Mapenaling selama 12 hingga 14 hari untuk proses adaptasi," ujar Ika.
Setelah proses adaptasi dilalui, Jessica akan dipindahkan ke ruang tahanan umum. Namun, akan ada pemisahan untuk napi yang terjerat kasus narkotika dengan tindak kriminal. Ika menegaskan selama Jessica ditahan, tidak akan ada perlakuan istimewa yang diberikan.
"Enggak ada yang diistimewakan. Apa yang mau diistimewakan, karena semua ruang tahanan sudah penuh dan sempit, termasuk Mba Angie (Angelina Sondakh) dan Ibu Dewi. Tidak ada perlakuan khusus, semuanya sudah penuh," ujar Ika.
Kamis, 26 Mei
Kejaksaan Tinggi DKI akhirnya menyatakan berkas kasus Jessica Wongso sudah lengkap atau dinyatakan P21. Menurut Asisten Pidana Umum Kejati DKI, M. Nasrun, setelah diteliti dan ditelaah oleh jaksa, segala bukti dan keterangan saksi kasus tersebut sudah dinyatakan lengkap.
Lima alat bukti yang diminta oleh jaksa sudah terpenuhi dan layak disidangkan. Tetapi, dia enggan membeberkan 5 alat bukti secara jelas. Sebab, alat bukti adalah kewenangan penyidik yang tidak bisa diekspos ke media massa.
"Berkas perkara telah dinyatakan lengkap atau P21. Berdasarkan ketentuan pasal 139 KUHAP secara formal dan materil berkas perkara dapat dilimpahkan ke pengadilan," kata Nasrun di Gedung Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan.
Dia menyebut Kejati akan segera menyerahkan berkas tersebut ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk disidangkan. Jessica akan menjalani persidangan pada pertengahan bulan Juni.
"Kami masih belum bisa menentukan waktunya. Kami harap secepatnya dia bisa disidangkan," kata dia.
Sedangkan, Kasipenkum Kejati DKI, Waluyo menjelaskan Jessica akan segera dipindahkan ke rumah tahanan Pondok Bambu dari Polda Metro Jaya.
"Kemungkinan bulan depan sudah dipindah, karena di sana kan rutan perempuan ya," tutur dia,
Selasa, 24 Mei
Kapolri Jenderal Badrodin Haiti mengatakan kendati Jessica Wongso berpeluang dibebaskan pada Minggu, 28 Mei, tetapi tidak berarti status tersangka yang sudah disandangnya gugur. Badrodin mengatakan proses hukum akan tetap berjalan kendati masih ada berkas yang belum lengkap (P21).
"Kalau nanti Jessica dibebaskan, bukan berarti dirinya terbebas dari proses hukum. Tidak. Proses hukum akan terus berjalan," ujar Badrodin.
Yang menjadi permasalahan, Badrodin melanjutkan, apakah Jessica ditahan atau tidak.
"Ya iyalah, dia tetap dijadikan tersangka. Jadi, rekan-rekan jangan beranggapan kalau dia lepas, maka dia akan terbebas dari tuntutan hukum," kata dia.
Selasa, 17 Mei
Berkas kasus Jessica Kumala Wongso dikembalikan untuk ke empat kalinya ke penyidik Polda Metro Jaya. Kepala Kejati DKI, Sudung Sitomorang menjelaskan penyidik Polda Metro Jaya masih belum melengkapi alat bukti.
Pengembalian berkas itu turut dibenarkan oleh Kabid Humas Polda Metro Jaya, Awi Setiyono. Namun, dia menjelaskan berkas yang belum lengkap itu sudah dikembalikan lagi ke Kejati DKI pada Rabu pagi, 18 Mei, sekitar pukul 08:00.
Awi menjelaskan sesuai permintaan Jaksa dalam berkas nomor B-3599/O.1.1/Epp.1/05/2016 adalah permintaan kepada penyidik untuk melampirkan jawaban dari Asisten Sekretaris Kantor Bantuan Hukum Timbal Balik dan Ekstradisi Australia sesuai dengan surat dari Direktur Central Authority dan Hukum Internasional Kemenkumham RI Nomor AHU.5.AH.12.07-54 tanggal 27 April 2016.
"Di mana surat itu berisi tentang pencarian dan penyitaan komputer, rekam medis dan catatan bank," ujar Awi.
Atas petunjuk dari Jaksa, pihak kepolisian telah mengirimkan surat jawaban dari Direktur Otoritas Pusat dan Hukum Internasional Kemenkumham yang menyatakan bahwa permintaan pelaksanaan bantuan timbal balik dalam masalah pidana (MLA) belum bisa dipenuhi.
"Oleh sebab itu, kami lampirkan satu lembar surat jawaban dari Senior Liasion Officer AFP Jakarta Office mengenai update to Jessica Supplementary Mutual Assitance Request dan dua lembar surat jawaban dari Internasional Crime Cooperation Central Authority - Attorney Generals Department - Australian Government," tutur Awi menjelaskan.
Senin, 9 Mei
Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Hubungan Masyarakat Kejaksaan Tinggi DKI, Waluyo, mengatakan berkas kasus Jessica Kumala Wongso dikembalikan ke kepolisian, karena tidak lengkap. Ini menjadi kali ketiga Kejati mengembalikan berkas ke kepolisian.
"Masih ada yang kurang. Perlu ditambah alat buktinya agar bukti lebih kuat," ujar Waluyo yang dihubungi pada hari ini.
Lalu, alat bukti apa lagi yang perlu dilengkapi?
"Pemeriksaan saksi ahli. Hanya satu pertanyaan dan kami telah melakukan pemeriksaan tambahan terhadap saksi ahli tersebut," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Krishna Murti.
Dia menjelaskan keterangan saksi ahli yang ditambahkan berasal dari ahli toksikologi. Rencananya hari ini atau besok akan segera dilimpahkan lagi ke Kejati. Dengan dikembalikannya berkas tersebut, maka waktu polisi untuk mengajukan berkasnya ke pengadilan semakin mepet.
Sebab, pada tanggal 28 Mei masa penahanan Jessica akan habis. Setelah itu polisi tidak bisa lagi memperpanjang masa penahanan Jessica. Polda Metro Jaya sudah memperpanjang masa penahanan perempuan berusia 27 tahun itu sebanyak tiga kali atau selama 90 hari.
Sementara, sesuai KUHAP, polisi hanya memiliki waktu 120 hari untuk menahan Jessica sambil merampungkan berkas penyidikan hingga dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan.
Rabu, 27 April
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Krishna Murti, memastikan penahanan Jessica Kumala Wongso kembali diperpanjang hingga 30 hari ke depan. Artinya, polisi harus berhasil menyidangkan kasus tersebut paling lambat pada 28 Mei. Jika tidak, maka sesuai dengan KUHAP, Jessica berhak dibebaskan dari tahanan.
"Jessica diperpanjang (penahanannya) hingga 30 hari ke depan. Status tahanan penyidikan atas izin pengadilan," ujar Krishna yang ditemui di Polda Metro Jaya.
Polisi mengaku sudah menyerahkan berkas perkara kasus racun kopi Mirna ke KejaksaanTinggi DKI Jakarta. Tetapi, hingga saat ini jaksa peneliti masih menelisik berkas perkara yang sudah ditolak tiga kali oleh jaksa itu.
Lalu, tanggapan pengacara Jessica? Hidayat Boestam selaku penasihat hukum mengaku sudah menyiapkan langkah hukum jika polisi tidak juga membebaskan Jessica setelah tanggal 28 Mei mendatang.
"Nantilah, masih rahasia. Kan diatur UU, hak asasi manusia, kita bisa (minta) ganti rugi segala macam. Kan jelas diatur UU," ujar Hidayat.
Dia enggan memberikan komentar seandainya penyidik belum bisa melengkapi bukti dalam 30 hari mendatang.
"Kita tunggu dari Kejati hasilnya apa, diterima lengkap atau kurang lengkap. Kalau dari saya sendiri kan CCTV jelas, keterangan ahlinya ada tidak, keterangan saksi gimana, saksi itu kan melihat mendengar dan mengalami. Nah kita lihat," kata Hidayat memaparkan.
Selasa, 26 April
Ditahan hampir selama 3 bulan di sel Polda Metro Jaya membuat kondisi kesehatan Jessica menurun. Kuasa hukum Jessica, Hidayat Bostam mengatakan kasus yang menimpa kliennya itu menyebabkan berat badannya menyusut hingga empat kilogram dan stres.
Bahkan, pada Senin malam, 25 April Hidayat menerima telepon yang mengabarkan kliennya mengalami sesak nafas dan nyeri di bagian dada.
"Tadi pagi saya datang berdasarkan telepon yang menyebut Jessica sakit. Nah, Jessica itu sakit karena sesak nafas. Dadanya sakit dan ada urat yang nyeri, maka dokter periksa. Kami sebelumnya sudah meminta agar dirujuk ke RS Polri yang ada di Kramatjati, tetapi tidak jadi karena masih bisa dirawat di sini," ujar Hidayat yang ditemui di Polda Metro Jaya.
Hidayat mengaku prihatin ketika bertemu perempuan berusia 27 tahun itu, karena terlihat kusut dan terbaring lemas.
"Akhirnya saya tanya, kenapa kamu jadi begini? Tinggal menghitung hari kok hingga tanggal 28, maka penahanan tuh habis. Kalau penahanan Anda enggak diperpanjang, maka Anda akan keluar. Tetapi, jika (masa penahanan) diperpanjang, kami akan mengambil sikap," tutur Hidayat.
Sejak awal tim pengacara Jessica yakin polisi tidak memiliki bukti yang cukup untuk menahan Jessica.
Lalu, apa pendapat dokter mengenai kondisi Jessica? Kepala Bidang Kedokteran dan Kesehatan (Kabidokkes) Polda Metro Jaya, Kombes Musyafak mengatakan tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari kondisi kesehatan Jessica.
"Saat menerima keluhan sakit, kami langsung mengirimkan dokter dan diperiksa. Hasil pemeriksaan menunjukkan normal. Barangkali karena otot dadanya menegang, juga mungkin memiliki penyakit maag," kata Musyafak.
Bagi Musyafak stres yang dialami oleh Jessica adalah sesuatu yang wajar. Sebab, tahanan lain turut merasakan hal serupa.
"Jika kita pun yang berada di dalam kondisi itu (penjara), barangkali juga stres," katanya.
Dia menjelaskan selama ditahan, baru kali ini Jessica mengeluh sakit. Musyafak menyebut polisi terus memantau kondisi Jessica, termasuk makanannya.
Jumat, 22 April
Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta baru saja menerima berkas perkara dugaan pembunuhan Jessica Kumala Wongso dari Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya. Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati DKI, Waluyo mengatakan pihaknya baru menerima berkas tersebut sekitar pukul 09:45 WIB. Padahal, menurut Polda Metro Jaya, mereka telah mengirimkan berkas perkara sejak Kamis kemarin.
"Kami baru mengecek sepuluh menit yang lalu dan baru sampai berkasnya," ujar Waluyo.
Dia mengatakan berkas tersebut akan langsung diteruskan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk diteliti.
"Pemeriksaan akan dilakukan hingga 14 hari ke depan untuk mengetahui kelengkapan berkasnya," tutur dia.
Sebelumnya, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Krishna Murti mengaku optimistis bisa segera menyidangkan Jessica.
"Mudah-mudahan, kita berdoa saja. Yang pasti kami sudah melengkapi apa yang menjadi petunjuk kejaksaan. Jadi, kita tunggu saja di pengadilan nanti," kata Krishna.
Dalam pengiriman berkas kali ini, pihaknya juga ikut memasukan berkas hasil penyelidikan kunjungan ke Australia beberapa waktu lalu. Ini merupakan pelimpahan berkas ketiga dari kepolisian ke kejaksaan. Dua pelimpahan berkas sebelumnya selalu dianggap tidak lengkap oleh Kejati.
Polisi juga sudah memperpanjang masa penahanan Jessica hingga 30 hari ke depan yang berakhir pada 28 April. Mereka masih memiliki kesempatan terakhir untuk memperpanjang masa penahanan Jessica hingga 30 hari lagi. Sehingga, jika ditotal polisi memiliki waktu untuk menahan Jessica selama 120 hari.
Jika dalam kurun waktu 120 hari berkas Jessica tidak disidangkan, maka sesuai UU KUHAP, dia berhak untuk dibebaskan.
Selasa, 29 Maret
Penyidik Polda Metro Jaya memperpanjang masa penahanan Jessica.
"Penyidik kepolisian telah meminta kejaksaan untuk memperpanjang masa penahanan selama 30 hari," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Krishna Murti.
Masa perpanjangan penahanan Jessica terhitung mulai 29 Maret hingga 28 April mendatang.
Polisi sebelumnya telah meminta perpanjangan masa penahanan Jessica selama 20 hari namun pihak kejaksaan belum menyatakan lengkap berkas berita acara pemeriksaan (BAP) sehingga polisi butuh waktu untuk melengkapi petunjuk dan mengajukan perpanjangan masa penahanan Jessica.
Senin, 21 Maret
Jaksa Peneliti di Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta sudah menerima berkas perkara kasus kematian Wayan Mirna Salihin dari penyidik polisi. Berkas yang diserahkan penyidik polisi dari Polda Metro Jaya kali ini merupakan berkas yang telah diperbaiki dan dilengkapi berdasarkan petunjuk Jaksa peneliti.
Berkas sebelumnya pernah ditolak Jaksa karena dinyatakan tak lengkap. Menurut keterangan Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Hubungan Masyarakat Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Waluyo Yahya berkas diterima pada pukul 14:45 WIB.
"Tebal berkasnya kurang lebih sekitar 30 centimeter," ujar Waluyo ketika dihubungi melalui telepon.
Waluyo mengatakan belum memeriksa isi berkas yang diserahkan kepada Kejaksaan Tinggi. Dia menyebut akan mengecek apakah yang diminta oleh Jaksa Peneliti sudah dipenuhi oleh penyidik polisi atau belum.
Pihak kejaksaan memiliki waktu selama 14 hari untuk memeriksa apakah berkas yang diserahkan polisi sudah lengkap alias P-21 atau dikembalilkan ke polisi.
Sementara, mantan Kapolda Metro Jaya, Tito Karnavian mengatakan dalam berkas yang diserahkan ke Kejaksaan, polisi turut melampirkan sejumlah fakta baru yang terungkap atas kerjasama dengan Polisi Federal Australia (AFP). Menurut Tito, alumni Billy Blue College of Design, Sydney, Australia itu, memiliki 14 riyawat kejahatan selama bermukim 10 tahun di negeri kanguru .
Tetapi, Tito enggan membeberkan 14 riwayat kejahatan yang pernah dilakukan Jessica. Sebab, Polda Metro Jaya terikat perjanjian hukum dengan AFP terkait fakta tersebut.
Dia hanya bersedia membocorkan dua catatan kriminal Jessica yakni upaya percobaan bunuh diri dan tengah menjalani perawatan pemulihan kejiwaan.
"Kami belum bisa mengekspos semuanya karena terikat dalam Multual Legal Agreement (MLA) dengan Australia. Jadi setiap statement yang dikeluarkan Polri harus ada kesepakatan‎ (dengan Australia)," ujar pria yang resmi menjabat sebagai Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) itu.
Jumat, 26 Februari
Direktur Reserse Kriminal Umum (Direskrimum), Krishna Murti baru kembali dari Australia. Dia berangkat sejak hari Rabu untuk bertemu dengan Polisi Federal Australia (AFP) demi mencari bukti tambahan dan melengkapi berkas kematian Wayan Mirna Salihin.
"Ada penyidik kami ke Australia dan saya juga berangkat. Keberangkatan guna melakukan negosiasi dengan kepala AFP terkait kasus Mirna. Sudah ada kerjasama antara Pemerintah Indonesia dengan pihak Australia," ujar Krishna kepada media.
Dengan adanya kerjasama tersebut, maka proses penyidikan pun akan dibantu oleh AFP.
"Kami sudah memperoleh perkembangan signifikan yang membuat terang," kata dia.
Namun, dia tidak ingin mengungkap bukti apa yang sudah didapat dari hasil perjalanannya ke Australia.
Jumat, 19 Februari
Polda Metro Jaya memperpanjang masa penahanan Jessica Kumala Wongso hingga 20 hari ke depan.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Mohammad Iqbal mengatakan surat perpanjangan masa penahanan sudah dikirimkan ke Kejaksaan. Sehingga, saat ini status Jessica masih menjadi tahanan Polda Metro Jaya.
Iqbal menjelaskan alasan memperpanjang penahanan Jessica karena penyidik masih melakukan proses penyidikan dan penguatan alat bukti.
"Kami tidak bisa menyampaikan alat bukti apa yang harus dilengkapi karena itu masuk materi dan teknis penyidikan," ujar Iqbal yang ditemui di kantor Polda Metro Jaya.
Selasa, 16 Februari
Jessica resmi mengajukan tuntutan praperadilan atas penetapan statusnya sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya. Tuntutan praperadilan itu telah diajukan oleh kuasa hukum Jessica, Yudi Wibowo Sukinto ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada pekan lalu.
Tetapi Yudi enggan membeberkan poin apa yang dia gugat dalam praperadilan tersebut.
"Masalah poin apa yang akan kami praperadilan, kita ikuti saja nanti di persidangan," kata Yudi.
Sidang perdana praperadilan dijadwalkan akan digelar pada 23 Februari 2016.
Polda Metro Jaya mengaku siap dengan tuntutan praperadilan yang dilayangkan pihak Jessica. Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Krishna Murti mengatakan, pihaknya telah menyiapkan tim khusus dalam menghadapi tuntutan tersebut.
"Nanti, kami siapkan tim, dalam hal ini koordinatornya kepala bidang hukum. Kami yang akan memasok datanya. Sedangkan pengacara Polda Metro Jaya adalah kepala bidang hukum dari Divisi Hukum Ditkum. Mereka yang akan bersidang di pengadilan," ujar Krishna kepada media.
Krishna mengatakan pengajuan praperadilan oleh tersangka adalah hal yang biasa dan tidak ada masalah.
Selasa, 16 Februari
Jessica dipulangkan dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta Pusat usai menjalani enam hari pemeriksaan kejiwaan. Dia tiba di Polda Metro Jaya sekitar pukul 19:55 WIB.
Tiba di gedung polisi, Jessica tidak berkomentar apa pun. Dia tampak lelah dan murah. Jessica juga terlihat lebih kurus jika dibandingkan dirinya sebelum ditahan di rutan Polda Metro Jaya.
Kamis, 11 Februari
Tersangka Jessica Kumala Wongso dibawa ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta Pusat, untuk menjalani tes kesehatan jiwa.
"Pemeriksaan sejak pagi," ujar Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Krishna Murti di Jakarta, Kamis, 11 Februari.
Hingga pukul 5 sore, pemeriksaan belum selesai dilakukan.
Minggu, 7 Februari
Tepat sebulan lebih sehari setelah kematian Mirna di Kafe Olivier, pusat perbelanjaan Grand Indonesia, kawasan Jakarta Pusat, Polda Metro Jaya menggelar reka ulang kasus ini di lokasi kejadian.

Polisi gelar rekonstruksi kasus kematian Mirna. Area di sekitar Olivier Cafe, Grand Indonesia, disterilkan
Tersangka Jessica Kumala Wongso juga turut hadir. Ia melakukan 56 adegan sepanjang proses reka ulang.
"Ada 56 adegan yang direka ulang pada saat rekonstruksi versi Jessica. Sedangkan dalam rekonstruksi versi penyidik ada 65 adegan," kata Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Krishna Murti dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Minggu.
Dalam reka ulang yang digelar sejak pukul 08.30 hingga 14.00 WIB itu, Boon Juwita alias Hani, teman Mirna dan Jessica yang ikut berkumpul di Olivier pada hari kematian Mirna, turut dihadirkan.
Krishna juga mengungkapkan bahwa Jessica dan pengacaranya menolak untuk menghadiri reka ulang kedua pasca ikut dalam yang pertama.
Jumat, 5 Februari
Penyidik Polda Metro Jaya membantah telah mengintimidasi tersangka Jessica agar mengaku sebagai pelaku pembunuhan Mirna.
"Tidak (mengintimidasi) itu. Baik-baik saja, saya tidak melakukan apa yang disampaikan pengacara, tidak masalah itu," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Krishna Murti, Kamis.
Krishna mengatakan pihaknya mewawancarai dan berbicara sesuai fakta dan tidak menyuruh Jessica untuk mengaku membunuh Mirna.
Sebelumnya, pengacara Jessica, Yudi Wibowo, mengungkapkan bahwa Jessica didatangi polisi ke Rumah Tahanan (Rutan) pada suatu hari menjelang tengah malam.
Yudi menganggap aparat itu mengintimidasi Jessica agar mengaku sebagai pembunuh Mirna, serta kemudian dijelaskan jika tidak mengaku akan mendapatkan hukuman berat.
"Kalau (Jessica) tidak mengaku akan mendapatkan hukuman sekian sekian dan ditunjukkan beberapa gambar," tutur Yudi.
Kamis, 4 Februari
Penyidik Polda Metro Jaya melakukan pemeriksaan terhadap Hani, saksi yang juga berada di kafe saat kematian Mirna.
Hani diperiksa sejak pukul 13:15, Rabu, 3 Februari, hingga pukul 00:30, Kamis, 4 Februari.
"Saya sudah lelah jawab pertanyaan banyak sekali," ujar Hani pasca pemeriksaan.
Komisaris Besar Polisi Mohammad Iqbal mengungkapkan bahwa pemeriksaan tersebut dilakukan dalam rangka penguatan alat bukti dan pembangunan konstruksi penyidikan.
"Bisa saja kami panggil lagi. Intinya penguatan alat bukti terus kami lakukan untuk membangun konstruksi penyidikan yang lengkap juga ilmiah," kata Iqbal, Kamis.
Setidaknya sejumlah 47 pertanyaan diberikan oleh penyidik dalam pemeriksaan yang berjalan selama hampir 12 jam tersebut.
Rabu, 3 Februari
Pihak Polda Metro Jaya mengungkapkan bahwa mereka telah mendapatkan informasi penting dan alat bukti dari Australian Federal Police (AFP) terkait kasus kematian Mirna yang sejauh ini telah menyeret satu tersangka yaitu Jessica.
"Kami sudah mengidentifikasi semua saksi yang cukup penting. Background-nya ada di Australia," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Mohammad Iqbal di Jakarta pada Rabu, 3 Februari.
Iqbal yakin adanya informasi baru ini akan mendukung proses penguatan alat bukti yang sedang dilakukan oleh Polda Metro.
Hingga saat ini, proses penyidikan masih berlangsung dengan agenda pemeriksaan saksi dan Jessica sendiri sebagai tersangka.
Menanggapi pernyataan Iqbal ini, kuasa hukum Jessica Andi Yusuf Maulana mengatakan kepada Rappler bahwa pihaknya belum mengetahui apa bukti yang dimaksud Iqbal.
"Kami belum tahu itu," ujar Andi singkat.
Pihak Polda Metro Jaya sendiri sejauh ini belum memberikan keterangan yang lebih detil.
Sementara itu, telah terjadi penggeledahan di rumah Jessica pada hari ini. Andi mengaku bahwa sejauh pantauannya, ada sejumlah barang yang kemudian dibawa oleh anggota Polda Metro pasca menggeledah.
"Ada laptop, itu laptop kakaknya yang lama tidak dipakai. Lalu ada komputer desktop," kata Andi.
Senin, 1 Februari
Setelah menetapkan Jessica sebagai tersangka dan menangkapnya akhir pekan lalu, sampai di mana perkembangan kasus kematian Mirna saat ini?
Kabid Humas Polda Metro Jaya M. Iqbal saat dihubungi Rappler mengatakan fokus utama pihaknya saat ini adalah penguatan alat bukti.
"Ya kita sekarang sedang penguatan alat bukti," kata Iqbal.
Bagaimana dengan spekulasi pengajuan praperadilan oleh pihak Jessica?
"Ngapain kita memikirkan itu (praperadilan), harusnya mereka yang memikirkan," ujar Iqbal menjawab spekulasi tersebut.
Sabtu, 30 Januari
Pihak kepolisian telah menangkap Jessica Kumala Wongso terkait kasus kematian Wayan Mirna Salihin pada Sabtu pagi, 30 Januari.
“Iya, sudah ditangkap,” terang Kabid Humas Polda Metro Jaya M. Iqbal saat dihubungi Rappler pada Sabtu pagi.
Jessica ditangkap di Neo Hotel Mangga Dua Square, Jakarta Utara, pada 07:45 pagi,saat bersama orang tuanya di kamar hotel.
"Ada ayahnya," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Pol Krishna Murti.
Tidak ada perlawanan dari tersangka dan ia langsung dibawa menuju Ditreskrimum Polda Metro Jaya.
Jessica terancam pidana pembunuhan berencana Pasal 340 KUHP yang berbunyi "barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, dancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun."
Berdasarkan keterangan pihak kepolisian, Jessica dianggap tak konsisten saat memberikan keterangan sebagai saksi.
Krishna menyebutkan penyidik kepolisian memiliki empat alat bukti guna menetapkan tersangka Jessica, antara lain 20 keterangan saksi termasuk enam saksi ahli, dokumen, serta petunjuk lainnya yang saling terkait.
Sementara, Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Edi Saputra Hasibuan sempat menemui Jessica Wongso yang sedang diperiksa sebagai tersangka untuk memastikan dia mendapat perlakuan yang baik selama pemeriksaan oleh polisi.
"Kami harap dia juga berikan keterangan tidak berbelit sehingga memudahkan polisi," kata Edi saat berkunjung ke Polda Metro Jaya, Sabtu sore.
Berdasarkan penuturan Edi, Jessica terlihat santai dan ia pun diberikan minum oleh polisi.
Jumat, 29 Januari
Jessica Kumala Wongso, yang saat itu masih berstatus saksi dalam kasus tewasnya Wayan Mirna Salihin, dicekal bepergian ke luar negeri oleh pihak imigrasi, pada Jumat, 29 Januari.
Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mencekal Jessica ke luar negeri terhitung efektif mulai hari ini hingga 26 Juni 2016.
"Pencekalan ini atas permintaan Polri," kata Kepala Sub Bagian Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Heru Santoso, Jumat.
Pada Jumat malam, status Jessica ditingkatkan menjadi tersangka.
Selasa, 26 Januari
Usai gelar perkara meninggalnya Wayan Mirna Salihin pada Selasa, 26 Januari, pihak Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta meminta Polda Metro Jaya untuk melengkapi alat bukti mereka dalam kasus ini.
Sebagai konsekuensinya hingga saat ini, belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus kematian Mirna.
Senin, 25 Januari
Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta telah menerima Surat Perintah Dimulai Penyidikan (SPDP) dari penyidik Polda Metro Jaya, per Senin, 25 Januari.
Kepala Seksi Penerangan dan Hukum Kejati DKI Jakarta Waluyo mengatakan penyidik Polda Metro Jaya berkoordinasi dengan jaksa peneliti agar berkas acara pemeriksaan tidak "bolak-balik".
Koordinasi yang dilakukan secara tertutup tersebut agar penanganan kasus Mirna tidak "dimentahkan" hakim saat sidang di pengadilan.
Rabu, 20 Januari
Jessica Kumala Wongso dipanggil untuk kali kedua ke Polda Metro Jaya. Dalam pemeriksaan pertama yang dilakukan tanggal 19 Januari 2016, Jessica ditanya oleh tim psikolog Polda Metro Jaya untuk menggali karakternya.
Sementara, usai diperiksa kali kedua, wanita berusia 27 tahun itu mengatakan tidak ada pertanyaan baru yang diajukan polisi. Namun, Jessica lebih terbuka kepada media dibandingkan ketika pemeriksaan pertama. Saat itu, di hadapan media, Jessica membantah telah membunuh Mirna yang diakui sebagai sahabatnya.
Dari pemeriksaan ini juga terungkap adanya petunjuk penting berupa celana panjang yang digunakan Jessica saat menolong Mirna untuk dibawa ke Rumah Sakit Abdi Waluyo. Celana itu dibuang oleh asisten rumah tangga Jessica, karena sobek.
Senin, 18 Januari
Berdasarkan keterangan polisi pada Senin, 18 Januari, Mirna meninggal akibat meminum zat beracun sianida yang terkandung di dalam kopi Vietnam.
Berdasarkan studi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sianida adalah zat racun dengan rumus kimia CN dan tergantung proses kimiawi yang dialaminya dapat mengambil berbagai bentuk fisik mulai dari hidrogen sianida (HCN) yang berbentuk gas atau cairan berwarna biru pucat sampai natrium aianida (NaCN) yang berbentuk serbuk kristal berwarna putih.
Asal muasal datangnya sianida dalam kopi Mirna masih menjadi misteri. Namun pihak Polda Metro mengungkapkan bahwa kecil kemungkinan sianida tersebut masuk ke kopi Mirna saat kopi sedang diracik oleh karyawan kafe.
Rabu, 13 Januari
Polda Metro Jaya sudah mengumpulkan banyak barang bukti, termasuk keterangan saksi, terkait kematian Mirna Salihin. Namun, polisi belum bisa membuat kesimpulan apapun.
“Kami menunggu hasil pemeriksaan dari laboratorium forensik,” kata Direktur Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Pol. Krishna Murti, di Jakarta, Rabu siang, 13 Junuari 2016.
Selama ini sudah banyak bukti-bukti yang disampaikan ke labfor. Kalau hasil labfor didapat maka bukti material akan hidup, dan bisa dilakukan analisa. “Baru dari sana akan bisa diketahui apakah ada peristiwa pidana atau tidak. Kalau tidak ada unsur pidana ya kami hentikan,” katanya.
Polda Metro Jaya akan fokus pada penyelidikan dengan memanggil semua pihak yang dirasa terkait masalah ini. “Semua pihak yang dinilai punya kaitan dipanggil. Dan semuanya masih status saksi. Belum ada tersangka,” kata Krishna.
Rabu, 6 Januari

Mirna minum es kopi Vietnam di Kafe Olivier bersama dua orang temannya, Jessica dan Hani. Tak lama setelah meminum kopi tersebut, Mirna pun menghembuskan nafas terakhirnya.