Senin, 29 Maret 2010

Kitab Tauhid 2

oleh : Team Ahli Tauhid


I. Definisi

Secara bahasa, “ كُتُبٌ ” adalah bentuk jamak dari “ كِتَابٌ ”. Sedangkan kitab adalah masdar yang digunakan untuk menyatakan sesuatu yang ditulisi didalamnya. Ia pada awalnya adalah nama shahifah (lembaran) bersama tulisan yang ada di dalamnya.
Sedangkan menurut syariat, “ كُتُبٌ ” adalah kalam Allah yang diwah-yukan kepada rasulNya r agar mereka menyampaikannya kepada manusia dan yang membacanya bernilai ibadah.

II. Beriman Kepada Kitab-Kitab

Beriman kepada kitab-kitab Allah adalah salah satu rukun iman. Maksudnya yaitu membenarkan dengan penuh keyakinan bahwa Allah  mempunyai kitab-kitab yang diturunkan kepada hamba-hambaNya dengan kebenaran yang nyata dan petunjuk yang jelas. Dan bahwasanya ia adalah kalam Allah yang Ia firmankan dengan sebenarnya, seperti apa yang Ia kehendaki dan menurut apa yang Ia ingini.

Allah berfirman:
“Dia menurunkan para malaikat dengan (membawa) wahyu de-ngan perintahNya kepada siapa yang Ia kehendaki di antara ham-ba-hambaNya…” (An-Nahl: 2).
Iman kepadaNya adalah wajib, secara ijmal (global) dalam hal yang di-ijmal-kan dan secara tafshil (rinci) dalam hal yang dirincikan.

Dalil-dalil atas Kewajiban Beriman Kepada Kitab-kitab:

Pertama: Dalil-dalil beriman kepadanya secara umum.
1. Firman Allah dalam surat Al-Baqarah:
“Katakanlah (hai orang-orang mukmin), ‘Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Ya’kub dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepadaNya.” (Al-Baqarah: 136).

Segi istidlal-nya adalah: Allah Subhannahu wa Ta'ala memerintahkan orang-orang mukmin agar beriman kepadaNya dan kepada apa yang telah Ia turunkan kepada mereka melalui nabi mereka, Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam yaitu Al-Qur’an, dan agar beriman kepada apa yang telah diturunkan kepada para nabi dari Tuhan mereka tanpa membeda-bedakan antara satu dengan yang lain, karena tunduk kepada Allah serta membenarkan apa yang diberita-kanNya.

2. Firman Allah dalam ayat lainnya:
“Rasul telah beriman kepada Al-Qur’an yang diturunkan kepa-danya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikatNya dan rasul-rasulNya. (Mereka mengatakan),‘Kami tidak membeda-bedakan antara seorang pun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya’, dan mereka mengatakan, ‘Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali.” (Al-Baqarah: 285).
Ayat ini menjelaskan sifat iman Rasul  dan iman para muk-minin serta apa yang diperintahkan kepada mereka berupa iman kepa-da Allah, para malaikat, kitab-kitab dan para rasul, tanpa membeda-bedakan. Sehingga kufur kepada sebagian berarti kufur kepada mere-ka semuanya.

3. Firman Allah dalam surat An-Nisa’:
“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan rasulNya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepa-da rasulNya, serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Ba-rangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya, rasul-rasulNya dan hari Kemudian maka sesungguh-nya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.” (An-Nisa’: 136).

Segi Istidlal-nya adalah Allah  memerintahkan manusia agar beriman kepadaNya, kepada RasulNya, dan kepada kitabNya yang diturunkan kepada Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam yakni Al-Qur’an, juga kepada kitab-kitab yang diturunkan sebelum Al-Qur’an. Kemudian Allah menya-makan kufur kepada malaikat, kitab-kitab, para rasul dan Hari Akhir dengan kufur kepadaNya.

4. Sabda Rasullullah Shalallaahu alaihi wasalam dalam hadits Jibril tentang iman:

(( أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُوْلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَ شَرِّهِ ))

“Yaitu hendaklah engkau beriman kepada Allah, malaikatNya, kitab-kitabNya, para rasulNya, Hari Akhir dan beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk.” (HR. Al-Bukhari, I/19-20 dan Muslim, II/37).

Maka Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam menjadikan iman kepada kitab-kitab Allah sebagai salah satu rukun iman.

Kedua: Wajib beriman kepada kitab-kitab secara rinci.

Kita wajib mengimani secara rinci kitab-kitab yang sudah dise-butkan namanya oleh Allah, yakni Al-Qur’an dan kitab-kitab yang lain yaitu:
a. Shuhuf Ibrahim dan Musa Alaihissalam . Allah berfirman:
“Ataukah belum diberitakan kepadanya apa yang ada dalam lem-baran-lembaran Musa? Dan lembaran-lembaran Ibrahim yang se-lalu menyempurnakan janji?” (An-Najm: 36-37).
“Sesungguhnya ini benar-benar terdapat dalam shuhuf (lenbaran-lembaran) yang dahulu, (yaitu) shuhuf Ibrahim dan Musa.” (Al-A’la: 18-19).

b. Taurat, yaitu kitab yang diturunkan Allah kepada Nabi Musa Alaihissalam . Allah berfirman:
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab Taurat yang di da-lamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi)…” (Al-Maidah: 44).
“Allah, tidak ada sembahan yang haq melainkan Dia. Yang hidup kekal lagi senantiasa berdiri sendiri. Dia menurunkan Al-Kitab (Al-Qur’an) kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan Injil, sebelum (Al-Qur’an), menjadikan petunjuk bagi manusia, dan Dia menurunkan Al-Furqan. Sesungguhnya orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Allah akan memperoleh siksa yang berat; dan Allah Maha perkasa lagi mempunyai balasan (siksa).” (Ali Imran: 2-4).

c. Zabur, yaitu kitab yang Allah turunkan kepada Nabi Daud Alaihissalam . Allah berfirman:
“…dan Kami berikan Zabur kepada Daud.” (An-Nisa: 163).

d. Injil, yaitu kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Isa Alaihissalam . Allah berfirman:
“Dan Kami iringkan jejak mereka (nabi-nabi Bani Israil) dengan Isa putera Maryam, membenarkan kitab yang sebelumnya, yaitu: Taurat. Dan Kami telah memberikan kepadanya kitab Injil se-dang di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), dan membenarkan kitab yang sebelumnya, yaitu kitab Taurat. Dan menjadi petunjuk serta pengajaran untuk orang-orang yang bertakwa.” (Al-Maidah: 46).

Beriman kepada kitab-kitab yang telah Allah sebutkan di dalam Al-Qur’an adalah wajib. Yakni beriman bahwa masing-masing adalah kitab Allah yang didalamnya terdapat nur dan hidayah yang Dia tu-runkan kepada para rasul yang telah Dia sebutkan. Semuanya, seba-gaimana Al-Qur’an mengajak kepada pengesaan Allah dalam ibadah. Semua kitab itu sama dalam hal ushul sekalipun berlainan dalam syariatnya.

Allah berfirman:
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), ‘Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut itu…” (An-Nahl: 36).
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, mela-inkan Kami mewahyukan kepadanya, ‘Bahwasanya tidak ada se-sembahan yang haq melainkan Aku, maka sembahlah olehmu seka-lian akan Aku.” (Al-Anbiya’: 25).

Al-Qur’an menjelaskan bahwa semua rasul Shalallaahu alaihi wasalam mengajak kaumnya kepada tauhid. Allah Subhannahu wa Ta'ala menceritakan kepada kita ucapan mereka:
“…sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada sesembahan yang haq bagimu selain dariNya.” (Al-A’raf: 65, 73, 85).

Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda:

(( الأَنْبِيَآءُ إِخْوَاةٌ لِعَلاَّتٍ، أُمَّهَاتُهُمْ شَتَّى وَدِيْنُهُمْ وَاحِدٌ ))

“Para nabi itu adalah saudara seayah, ibu mereka berlainan, tetapi dien mereka adalah satu.” (HR. Muslim, IV/1837).

Ketiga: Kitab-kitab yang ada pada ahli kitab.

Sesungguhnya apa yang ada di tangan ahli kitab yang mereka nama-kan sebagai kitab Taurat dan Injil dapat dipastikan bahwa ia termasuk hal-hal yang tidak benar penisbatannya kepada para nabi Allah. Maka tidak bisa dikatakan bahwa Taurat yang ada sekarang adalah Taurat yang dahulu diturunkan kepada Nabi Musa Alaihissalam . Juga Injil yang ada sekarang bukanlah Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa Alaihissalam . Jadi keduanya bukanlah kedua kitab yang kita diperintahkan untuk mengimani-nya secara rinci. Dan tidak benar mengimani sesuatu yang ada dalam kedua-nya sebagai kalam Allah, kecuali yang ada dalam Al-Qur’an lalu dinis-batkan kepada keduanya.

Kedua kitab tersebut telah di-nasakh (dicabut masa berlakunya) dan diganti oleh Al-Qur’an. Allah menyebutkan terjadinya pengu-bahan dan pemalsuan terhadap keduanya di lebih dari satu tempat dalam Al-Qur’an.

Allah berfirman:
“Apakah kamu masih mengharapkan mereka akan percaya kepada-mu, padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah memahaminya, sedang mereka me-ngetahui?” (Al-Baqarah: 75).

“(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya. Kami kutuki mere-ka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka mengubah perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya, dan kamu (Muhammad) senantiasa akan melihat kekhianatan dari mereka kecuali sedikit di antara mereka (yang tidak berkhianat), maka maafkanlah mereka dan biarkanlah mereka, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. Dan di antara orang-orang yang mengatakan, ‘Sesungguhnya kami ini orang-orang Nasrani’, ada yang telah Kami ambil perjanjian mereka, tetapi (mereka) sengaja melupakan sebahagian dari apa yang mereka telah diberikan peringatan dengannya; maka Kami timbulkan di antara mereka permusuhan dan kebencian sampai hari Kiamat. Dan kelak Allah akan mem-berikan kepada mereka apa yang selalu mereka kerjakan. Hai ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepadamu rasul Kami, menjelaskan kepadamu banyak dari isi Al-Kitab yang kamu sem-bunyikan, dan banyak (pula yang) dibiarkannya.” (Al-Maidah: 13-15).

Di antara bentuk pengubahan yang dilakukan ahli kitab adalah penisbatan anak kepada Allah. Mahasuci Allah dari yang demikian, mereka mengatakan:
“Orang-orang Yahudi berkata, ‘Uzair itu putera Allah’. Demiki-an itulah ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah-lah mereka; bagaimana mereka sampai berpaling?” (At-Taubah: 30).

Begitu pula penuhanan orang-orang Nasrani terhadap Nabi Isa  serta perkataan mereka bahwa Allah adalah salah satu oknum dari tiga unsur (atau yang lebih dikenal dengan kepercayaan “trinitas”, pen.).

Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman:
“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata, ‘Sesung-guhnya Allah ialah Al-Masih putera Maryam’, padahal Al-Masih (sendiri) berkata, ‘Hai Bani Israel, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu’. Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya Surga, dan tempatnya ialah Neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zhalim itu seorang penolong pun. Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan, ‘Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga’, padahal sekali-kali tidak ada sesembahan selain dari Allah Yang Mahaesa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih.” (Al-Maidah 72-73).

Allah menjelaskan bahwa mereka telah mengubah firmanNya. Mereka melalaikan peringatan-peringatan Allah serta menisbatkan kepadaNya apa yang Allah Mahasuci dan bersih daripadanya. Mereka menuhankan yang lainNya bersamaNya, dan berbagai hal lain yang mereka susupkan ke dalam kitab-kitab mereka. Dengan demikian tidak sah dan tidak benar penisbatan kitab-kitab ini kepada Allah.

Di samping itu ada beberapa hal yang lebih menguatkan ketidak-benaran penisbatan ini kepada Allah –di samping apa yang dinyatakan dalam Al-Qur’an– yaitu antara lain:

* Sesungguhnya apa yang ada di tangan ahli kitab yang mereka yakini sebagai kitab suci adalah bukan nuskhah (naskah) yang asli, akan tetapi terjemahannya.

* Bahwa kitab-kitab itu telah dicampuri dengan perkataan para mu-fassir dan para muarrikh (ahli sejarah), juga orang-orang yang me-ngambil kesimpulan hukum dan sejenisnya.

* Tidak benar penisbatannya kepada rasul, karena tidak mempunyai sanad yang dapat dipercaya (dipertanggungjawabkan). Taurat ditulis sesudah Nabi Musa  berselang beberapa abad. Adapun Injil-injil yang ada, semuanya dinisbatkan kepada pengarang atau penulisnya, lagi pula telah dipilih dari Injil-injil yang bermacam-macam.

* Bermacam-macamnya naskah serta kontradiksi yang ada di dalam-nya menunjukkan secara yakin atas perubahan dan pemalsuannya.

* Injil-injil itu berisi aqidah-aqidah yang rusak dalam menggambarkan Sang Pencipta dan menyifatiNya dengan sifat-sifat kekurangan. Begitu pula menyifati para nabi dengan sifat-sifat kotor.
Karena itu orang Islam wajib meyakini bahwa kitab Perjanjian Lama dan Per-janjian Baru bukanlah kitab yang diturunkan Allah kepada rasulNya, bahkan kitab-kitab itu adalah karangan mereka sendiri. Maka kita tidak membenarkan sesuatu darinya kecuali apa yang dibenarkan oleh Al-Qur’an yang mulia dan As-Sunnah yang disucikan. Dan kita mendustakan apa yang didustakan oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah. Kita tidak berkomentar tentang sesuatu yang tidak dibenarkan atau didustakan oleh Al-Qur’an, karena ia mengandung kemungkinan benar atau dusta. Wallahu a’lam!



Keempat: Al-Qur’anul Karim.

A. Definisi Al-Qur’an

Al-Qur’an menurut bahasa adalah bentuk masdar, seperti al-qira’ah. Anda mengungkapkan:
قَرَأْتُ الكِتَابَ قِرَاءَةً وَقُرْآنًا.
Di antara penggunaannya adalah:
“Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya”. (Al-Qiyamah: 17).

Qur’anahu maksudnya adalah qira’atahu. Kemudian masdar ini di-nukil dan dijadikan sebagai nama atau sebutan bagi kitab yang diturunkan kepada nabi Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam , dan menjadi nama yang baku baginya.
Disebut Al-Qur’an karena ia mencakup inti (buah), kitab-kitab Allah kesemuanya, sebagaimana firman Allah:
“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur’an). Untuk men-jelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri”. (An-Nahl: 89).

Sedangkan menurut istilah Al-Qur’an itu adalah Kalam Allah yang mu’jiz yang diturunkan kepada rasulNya, Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam dalam bentuk wahyu, yang ditulis di dalam mushhaf dan dihafal di dalam dada, yang dibaca dengan lisan dan didengar oleh telinga, yang dinukil kepada kita secara mutawatir, tanpa ada keraguan, dan membacanya dinilai ibadah.

B. Al-Qur’an Adalah Kalam Allah

Madzhab umat terdahulu dan ulama salaf mengatakan. “Sesung-guhnya Al-Qur’an adalah Kalam Allah Subhannahu wa Ta'ala dengan lafazh dan makna-nya, diturunkan dan ia bukan makhluk, didengar oleh Jibril Alaihissalam dari-padaNya kemudian ia menyampaikannya kepada Nabi Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam , lalu Nabi Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam menyampaikannya kepada para sahabatnya. Dialah yang kita baca dengan lisan kita, yang kita tulis dalam mushhaf kita, dan kita hafal dalam dada kita serta kita dengar dengan telinga kita. Karena firman Allah:
“Dan jika seseorang di antara orang-orang musyrikin itu memin-ta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sem-pat mendengar firman Allah…”. (At-Taubah: 6).

Dan hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari, Muslim dan lainnya dari Ibnu Umar Radhiallaahu anhu :

(( نَهَى أَنْ يُسَافَرَ بِاْلقُرْآنِ إِلَى أَرْضِ اْلعَدُوِّ ))

“Bahwasanya Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam melarang membawa Al-Qur’an ke negeri musuh”. (HR. Al-Bukhari, IV/68 dan Muslim,III/1490-1491).

Juga karena hadits Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam :

(( زَيِّنُوا ا لْقُرْآنَ بِأَصْوَاتِكُمْ ))

“Hiasilah olehmu Al-Qur’an itu dengan suara-suaramu!”. (HR. Ahmad, IV/283; dan lihat Shahih Al-Bukhari IX/193).

Di dalam ayat yang mulia tersebut Allah  menyebutkan atau me-namakan apa yang didengar yaitu apa yang dibacakan di hadapan orang-orang musyrik oleh Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam sebagai “Kalamullah”.

Dalam hadits pertama baginda Nabi menyebut apa yang ditulis itu adalah Al-Qur’an. Sebagaimana Allah juga telah berfirman tentang Al-Qur’an:
“Sesungguhnya Al-Qur’an ini adalah bacaan yang sangat mulia, pada kitab yang terpelihara (Lauhul Mahfuzh).” (Al-Waqi’ah: 77-78).

Kemudian dalam hadits kedua Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam menamakan apa yang dibaca sebagai Al-Qur’an.
Adapun dalil-dalil tentang keberadaannya diturunkan oleh Allah dan bukan oleh makhluk adalah banyak sekali, seperti firman Allah:
“Dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), ke dalam hati-mu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas”. (Asy-Syu’ara’: 193-195).
“Haa Miim. Diturunkan Kitab ini (Al-Qur’an) dari Allah Yang Mahaperkasa lagi Maha Mengetahui”. (Al-Mu’min/Ghafir: 1-2).

Dalam ayat-ayat tersebut terdapat nash serta pernyataan yang jelas bahwa Al-Qur’an itu diturunkan dari sisi Allah Subhannahu wa Ta'ala Tidak sah perkataan bahwa Al-Qur’an dan kitab-kitab Allah yang lain itu adalah makhluk, karena kitab-kitab itu adalah Kalam Allah, sedangkan Kalam Allah adalah sifatNya, dan sifatNya bukan makhluk.

Iman kepada segenap apa yang kita paparkan di atas tentang Al-Qur’an adalah wajib. Sebagaimana wajibnya mengimani bahwa ia adalah kitab yang paling diturunkan dari sisi Allah, yang datang untuk membenarkan dan mendukung kebenaran yang telah datang dalam kitab-kitab Allah terdahulu, juga untuk menjelaskan pengubahan dan pemalsuan yang terjadi padanya. Sebagaimana firman Allah:
“Dan Kami telah turunkan kepadamu Al-Qur’an dengan memba-wa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu”. (Al-Maidah: 48).

Dan ia datang dengan syariat yang universal, umum berlaku untuk setiap zaman dan tempat, menghapus syariat-syariat sebelum-nya, dan ia wajib diikuti oleh setiap orang yang mendengar kabarnya sampai Hari Kiamat. Allah tidak menerima agama dari siapa pun selainnya setelah ia diturunkan, sebagaimana disabdakan oleh baginda Rasul Shalallaahu alaihi wasalam :

(( وَالَّذِيْ نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لاَ يَسْمَعُ بِيْ أَحَدٌ مِنْ هذِهِ الأُمَّةِ يَهُوْدِيٌّ أَوْ نَصْرَانِيٌّ ثُمَّ يَمُوْتُ وَ لَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِيْ أُرْسِلْتُ بِهِ إِلاَّ كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ ))

“Demi Allah yang jiwa Muhammad berada di TanganNya, tidak seorang pun dari umat (manusia) ini yang mendengar tentang aku, seorang Yahudi maupun Nashrani, kemudian ia mati dan tidak beriman kepada ajaran yang aku bawa, melainkan ia adalah termasuk penghuni Neraka”. (HR. Muslim, I/134).

Hadits ini sangat jelas pernyataannya bahwa syariat Nabi Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam adalah menghapus syariat-syariat sebelumnya.

C. Pemeliharaan Allah terhadap Al-Qur’an

Al-Qur’an yang diturunkan kepada penutup para nabi adalah Kitab Allah yang paling akhir diturunkan kepada manusia. Ia menghapus berlakunya syariat-syariat sebelumnya.

Karena itu ia datang dengan lengkap, mencakup semua yang di-butuhkan manusia dalam kehidupan dunia hingga hari Kiamat, serta membawa mereka ke taman kebahagiaan di akhirat, manakala mereka mengikuti ajaran-ajarannya dan berjalan di atas manhaj-nya.

Allah Subhannahu wa Ta'ala menjamin memeliharanya agar bisa menjadi hujjah atas umat manusia. Allah berfirman:
“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur’an, dan se-sungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”. (Al-Hijr: 9).

“Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari Al-Qur’an ketika Al-Qur’an itu datang kepada mereka, (mereka itu pasti akan ce-laka), dan sesungguhnya Al-Qur’an itu adalah kitab yang mulia. Yang tidak datang kepadanya (Al-Qur’an) kebatilan, baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Tuhan Yang Mahabijaksana lagi Maha Terpuji”. (Fushshilat: 41-42).

Dan kesempurnaan pemeliharaan Al-Qur’an mengharuskan pemeliharaan tafsirnya, yaitu Sunnah Rasul Shalallaahu alaihi wasalam .

Jadi Al-Qur’an yang ada di tangan kita sekarang adalah Al-Qur’an yang diturunkan kepada Rasul kita Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam dengan keseluruhan dan rinciannya, tidak dinodai oleh tangan-tangan jahil dan tidak akan tersentuh olehnya, bahkan akan tetap (tak berubah) sebagaimana saat ia diturunkan sampai diangkat di akhir zaman nanti, di dalamnya terdapat penjelasan atas hidayah dan nur, sumber rujukan manusia dalam aqidah dan syariatnya. Dari nash-nashnya mereka ber-istimbat untuk menentukan hukum bagi segala yang mereka temui dalam kehidupannya. Dialah kata akhir (kata pemutus), dia adalah hablullah (tali Allah) yang kuat, dzikrullah yang penuh hikmah dan jalanNya yang lurus. Dengannya hawa nafsu tidak akan tersesat dan dengannya pula lisan tidak akan terpeleset.

Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam telah menjelaskan Al-Qur’an ini kepada manusia dengan sabda-sabdanya, perbuatan dan ketetapannya. Allah berfirman:
“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur’an, agar kamu menerang-kan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada me-reka dan supaya mereka memikirkan”. (An-Nahl: 44).

D. Menantang dengan Al-Qur’an

Allah Subhannahu wa Ta'ala telah menjadikan banyak bukti kebenaran para nabi sesuai dengan apa yang terkenal di kalangan kaumnya. Oleh karena ter-sohornya sihir dalam masyarakat Mesir pada zaman Fir’aun, maka datanglah Nabi Musa Alaihissalam dengan mukjizat bisa mengubah tongkat men-jadi seekor ular besar dan mengeluarkan dari tangannya sinar putih mengkilau setelah ia memasukkannya ke saku bajunya.

Kemudian datang Nabi Isa Alaihissalam dengan mukjizat menghidupkan orang-orang yang sudah mati, menyembuhkan kebutaan total dan kulit belang-belang (sopak); karena umatnya sangat mengagungkan ilmu ketabiban. Hal ini sangat mengena dalam membuktikan kebenaran orang yang mendakwakan (dirinya sebagai nabi atau tuhan), karena umat sudah mengetahui bukti atau dalil yang sejenis.

Sedangkan Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam , penutup para nabi, diutus di tengah-tengah umat yang sangat mencurahkan perhatiannya di bidang sastra, maka sangatlah tepat kedatangan beliau dengan membawa kitab suci ini, karena ia merupakan satu jenis dengan keahlian mereka. Al-Qur’an adalah bahasa Arab yang nyata. Lebih dari itu, ia adalah puncak dalam kefasihan dan balaghah, bahkan berada jauh di atas kemampuan mereka semua. Sehingga mereka meyakini ia bukanlah bikinan manusia, karena ia di luar jangkauan mereka. Di samping itu, Al-Qur’an mem-punyai pengaruh luar biasa dalam jiwa mereka ketika mendengarnya. Akan tetapi, karena kebatilan sudah mendarah daging dalam tubuh mereka membuat mereka bersikeras untuk tidak mendengarnya serta melarang Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam membacanya di hadapan orang banyak dalam perkumpulan-perkumpulan dan acara-acara resmi. Seperti yang diceritakan Allah dalam surat Fushshilat:
“Dan orang-orang yang kafir berkata, ‘Janganlah kamu men-dengar dengan sungguh-sungguh akan Al-Qur’an ini dan buatlah hiruk pikuk terhadapnya, supaya kamu dapat mengalahkan (me-reka)”. (Fushshilat: 26).

Orang kafir Quraisy telah berbuat salah besar ketika mengatakan, Al-Qur’an itu bukanlah dari Allah. Maka Allah Subhannahu wa Ta'ala menentang mereka agar mendatangkan semisal Al-Qur’an dan Dia menyatakan bahwa mereka tidak akan mampu untuk itu, dan tantangan ini berlaku untuk mereka yang beranggapan seperti itu, baik manusia maupun jin, sam-pai hari Kiamat.

Allah berfirman:
“Katakanlah, ‘Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al-Qur’an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain”. (Al-Isra’: 88).

Kemudian Allah menurunkan lagi (mengurangi) tantangan itu de-ngan menantang mereka agar mendatangkan sepuluh surat saja seperti surat-surat Al-Qur’an, jika memang benar Al-Qur’an itu seperti yang mereka tuduhkan. Allah berfirman:
“Bahkan mereka mengatakan, ‘Muhammad telah membuat-buat Al-Qur’an itu’. Katakanlah, ‘(Kalau demikian), maka datangkan-lah sepuluh surat yang dibuat-buat yang menyamainya, dan pang-gillah orang-orang yang kamu sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kamu memang benar-benar orang yang benar”. (Hud: 13).

Kemudian Allah menurunkan kembali tantangannya dan meminta agar mereka mendatangkan satu surat saja jika memang benar bahwa Al-Qur’an itu buatan manusia. Allah berfirman:
“Dan (patutkah) mereka mengatakan, ‘Muhammad membuat-buat-nya’. Katakanlah, ‘(Kalau benar yang kamu katakan itu), maka cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya dan panggillah siapa-siapa yang dapat kamu panggil (untuk membuatnya) selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar” (Yunus: 38).

Lalu Allah mengulangi tantangan ini bagi siapa saja yang meragukan kebenaran Al-Qur’an agar ia membuat satu surat saja, dan Allah meyakinkan lagi bahwa mereka tidak akan mampu, Allah berfirman:
“Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al-Qur’an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al-Qur’an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang memang benar. Maka jika kamu tidak dapat membuat(nya) dan pasti kamu tidak dapat membuat(nya), maka peliharalah dirimu dari Neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir”. (Al-Baqarah: 23-23).

Termasuk dalam tantangan di atas yaitu agar mereka membuat satu surat terpendek, dan surat yang terpendek dalam Al-Qur’an adalah ter-diri dari tiga ayat. Ini benar-benar amat jitu dalam mematahkan tuduhan mereka. Allah berfirman:
“Tidaklah mungkin Al-Qur’an ini dibuat oleh selain Allah…”. (Yunus: 37).

Itu semua dikarenakan kafasihan dan balaghah Al-Qur’an yang di luar kemampuan makhluk untuk mendatangkan yang semisalnya. Maka dia adalah mukjizat yang kekal abadi, melemahkan orang-orang yang memiliki puncak kefasihan dan balaghah. Lalu bagaimana lagi dengan orang-orang yang berada di bawah kemampuan mereka.

Di samping itu, Al-Qur’an juga memuat bukti-bukti yang banyak sekali yang sulit dihitung –selain mukjizat tantangan tersebut. Di antaranya, kandungan Al-Qur’an yang berisi kabar-kabar ghaib, baik yang sudah lewat maupun yang akan datang, hukum-hukum yang praktiknya akan mewujudkan kebahagiaan di dunia dan akhirat, menjadikan manu-sia merenungkan alam (semesta) dan segala isinya, juga merenungkan dirinya berikut penciptaannya yang semuanya itu berasal dari Dzat Yang Mahabijaksana dan Maha Mengetahui, tidak ada yang samar dariNya. Ia Mahakuasa atas segala sesuatu, dan di TanganNya-lah segala kebaikan, Dialah Sang Pencipta Yang Maha Mengetahui.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar