BILANGAN GENAP DAN BILANGAN GANJIL | for everyone |
Oleh : Syahid AbdulQodir*
“Demi fajar, dan malam yang sepuluh,dan (demi) asy-syaf’u (yang genap) dan al-watru (yang ganjil) (QS. 89 : 1 - 3)
Apabila Allah SWT bersumpah dengan sesuatu berarti untuk menunjukkan kemulian atau keagungan sesuatu tersebut. Misalnya Allah bersumpah ‘demi malam apabila gelap-gulita’, ‘demi waktu ashar’, ‘demi waktu fajar’ dan yang lainnya yang semuanya menunjukkan arti pentingnya waktu-waktu tersebut. Begitu juga Allah bersumpah dengan asy-syaf’u dan al-watru.
Dalam ‘At-tafsir al-munir’nya Wahbah Zuhaili dijelaskan, asy-syaf’u berarti az-zauj (segala sesuatu yang memiliki pasangan) seperti siang-malam, pagi-sore dan yang lainnya. Biasa juga dipakai dalam bilangan sebagai bilangan genap. Dan al-watru/al-witru berarti al-fardu (yang sendiri/tidak memiliki pasangan) atau dalam bilangan biasa disebut sebagai bilangan ganjil.
Tahukah kita mengapa Allah SWT bersumpah dengan yang ganjil dan yang genap?
Pertama, Allah suka yang witir (ganjil)
Allah SWT menyukai yang ganjil dalam banyak hal. Misalnya nama-nama Allah yang baik biasa disebut dengan ‘asmaul husna’ yaitu ada 99 nama. Dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah SAW ber sabda, “Dan Allah memiliki sembilanpuluh sembilan nama seratus kurang satu, barangsiapa menghitungnya (menghafal dan mentafakurinya) akan masuk surga. Dia itu Witir(ganjil) dan menyukai yang ganjil ” (HR. Bukhary-Muslim)
Dari Ali radhiallahu anhu berkata, “Shalat witir itu tidak diharuskan sebagaimana shalat fardhu, tetapi Rasulullah SAW selalu mengerjakannya serta bersabda’“Sesungguhnya Allah itu witir (esa/ganjil) dan suka pada yang ganjil” (Hadits Hasan diriwayatkan oleh Abu Daud dan Turmudzi)
Shalat witir itu shalat sunnah yang jumlah rakaatnya ganjil.
Dalam masalah ‘Aqiqah juga lebih afdhal dilakukan pada hari ketujuh dari kelahiran bayi meski pada hari lainnya diperbolehkan.
Dan Allah SWT juga menciptakan langit dan bumi tujuh lapis, “Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi…” (QS. 65:12), “Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis…” (QS.67:3) “Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat?” (QS.71:15)
Sebagaimana Allah juga menjadikan hari ada tujuh dalam sepekan, neraka Jahannam ada tujuh pintu (QS.15:4).
Bahkan bagi orang yang berumrah jika tidak bisa berkurban diwajibkan berpuasa 3 hari dalam masa haji dan 7 hari sepulangnya. Sehingga sempurnalah 3 + 7 = 10 hari. (QS. 2 : 196)
Kedua, Bilangan Genap dan Bilangan Ganjil dalam Al-Qur’an
Sebagaimana telah kita ketahui bahwa jumlah surah dalam Al-Qur’an itu ada 114 surah, 86 golongan surah Makiyyah dan 28 golongan Madaniyyah. Dan intisari dari semua surah ada pada Surah ke-1 (Al-Fatihah) yang oleh Rasulullah disebut sebagai Ummul kitab (induk Al-Kitab) yang jumlah ayatnya ada 7 sehingga juga dikenal dengan sab’ul matsaniy (tujuh yang diulang-ulang).
Di dalam Al-Qur’an secara tekstual menyebutkan angka-angka. Misalnya
angka 11 dalam mimpi nabi Yusuf, (Ingatlah), ketika Yusuf berkata kepada ayahnya: "Wahai ayahku, sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku." (QS.12:4)
Berbeda dengan dunia perdukunan atau klenik yang membenci angka ganjil seperti angka 13 yang dianggap sebagai angka pembawa sial. Padahal kalau kita hitung dari mimpi Nabi Yusuf justeru sebaliknya, 11 bintang + 1 matahari + 1 bulan = 13.
Dan perlu diingat bahwa dalam Islam tidak dikenal angka keberuntungan ataupun angka pembawa sial. Semua angka atau bilangan –baik genap maupun ganjil- itu baik. Karena itulah arti pentingnya Allah SWT bersumpah dengan yang genap dan yang ganjil (QS.89:3) dengan didahului ayat sebelumnya yang di dalamnya ada angka genap yaitu, “dan (demi) malam yang sepuluh” yang diartikan sebagai malam-malam Dzul Hijjah yang memiliki banyak keutamaan. Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Ibnu ‘Abbas, “Tidak ada amal sholeh di hari-hari yang lebih dicintai oleh Allah selain hari-hari ini -10 hari di bulan Dzil hijjah- Para sahabat bertanya, “Sekalipun jihad di jalan Allah? Rasulullah menjawab, “sekalipun jihad di jalan Allah, kecuali seorang lelaki yang keluar (berjihad) dengan jiwa dan hartanya kemudian ia tidak pernah kembali lagi (syahid fii sabilillah)”.
Ketiga, logika perkalian dalam matematika
Dalam kaidah perkalian bisa kita tarik kesimpulan demikian;
a) bilangan ganjil jika dikalikan dengan bilangan ganjil akan menghasilkan bilangan ganjil. Contoh: 3 x 7 = 21, 9 x 11 = 99
b) bilangan genap jika dikalikan dengan bilangan genap akan menghasilkan bilangan genap pula. Contoh : 6 x 8 = 48, 22 x 44 = 968
c) bilangan ganjil jika dikalikan dengan bilangan genap akan menghasilkan jumlah bilangan genap dan berlaku juga pada sebaliknya. Contoh; 5 x 4 = 20, 8 x 3 = 24
Maka kalau boleh dianalogikan bilangan ganjil sebagai kebenaran dan bilangan genap sebagai kebatilan akan menghasilkan demikian;
a) kebenaran x kebenaran = kebenaran (jalan yang lurus, kebenaran sejati yang datang dari Allah SWT yang menyukai yang ganjil)
b) kebatilan x kebatilan = kebatilan(jalan kesesatan, sumber kebatilan yang datang dari Iblis/Syaitan)
c) kebenaran x kebatilan = kebatilan (kebenaran tidak boleh dicampur aduk dengan kebatilan)
Kesimpulannya, setidaknya kita memahami bahwa kebenaran itu telah nyata datangnya dari Allah SWT, “Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu.”(QS.2:147) sedangkan kebatilan itu datangnya dari syaitan, “Iblis menjawab: “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar (akan menyesatkan) mereka dari jalan engkau yang lurus” (QS.
Kita manusia yang memiliki akal sehat dipersilahkan oleh Allah SWT untuk memilih salah satu jalan dari dua jalan tersebut.
Firman-Nya;
Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan (kebatilan) dan ketakwaannya (kebenaran), sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (QS.91:7-10)
Wallahu a’lam bish shawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar